Jejak Polemik Toleransi Tokoh Politik Bali Arya Wedakarna
Oleh: Sabda Ali Wijaya
"Salah satu senator asal Bali Arya Wedakarna dinilai oleh Netizen "menyulut perdebatan" soal toleransi"
Begitulah LEAD BERITA jika hendak mempertegas informasi di zaman ini. Lewat Akun Istagramnya salah satu angota DPD RI asal Bali ini melempar informasi adanya tindakan intolerasni oleh masyarakat NTB terhadap warga Bali yang menetap di Lombok. Namun jika ternyata informasi itu pincang akan banyak yang kepancing untuk berpendapat balik.
Berikut saya kutip tulisan Weda lewat akun Instagramnya: "Kami mendapatkan laporan dari semeton Hindu di NTB terkait adanya dugaan pelarangan membunyikan Gamelan Bali dikawasan tempat ibadah tertentu disana. Dan hampir terjadi bentrok antara suku Bali dan suku Sasak. Jika ada semeton Lombok punya info tambahan, agar disampaikan. Kami akan bantu mencarikan solusi bagi umat Hindu disana selain kami butuh informasi berimbang. Syukurlah aparat keamanan sudah sigap dan sdh ada hasil positif dari mediasi. Mhn semeton Hindu utamakan Ahimsa, jika ada masalah acuannya adalah UU dan hukum positif. Semoga damai. ( admin ) @jokowi @puspentni #thehinducenterofntb".
Penyataan ini dinilia oleh netizen hanya untuk mengambil simpatik warga saja mengingat Senator asala Pulau Dewata ini banyak dinilai kerap melempar isu yang berbau SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar golongan). Weda harusnya sudah tahu bagaiman latar belakang sosial-budaya Bali dan Lombok yang menurut sejarah punya kedekatan dan kisah yang panjang lewat kedua kerajaan.
Menariknya Salah satu Dosen Bahasa Indonesia Unversitas Pendidikan Ganesha (UNDIKSHA) Wayan Artika menanggapi hal tersebut lewat akun Facebook-nya, dia menyarakan Weda karana agar lebih selektif lagi menanggapi persoalan agar tidak terjadi hal-hal seperti sebelumnnya.
"Saya kira seorang tokoh muda Hindu seperti Weda Karna bisa selektif menangani persoalan agar tidak seperti kasus sebelumnya. media sosial punya efek sosial yang besar. untuk itu, posting itu dikantongi saja dan kumpulkan data lebih banyak," kutipan ini diambil Komentaranya menanggapi kiriman Wedakarna yang dibagikan oleha Sekretaris Badko HMI Nusra, Senin 3 Juli 2017.
Dosena yang asli Bali ini juga menasehati Weda agar melek pada sejarah. Bijak dalam mengemukakan pendapatnya bila ingin jadi panutan masyarakat luas. Saya sendiri selaku orang yang pernah tiggal di Bali sudah bertahun-tahun merasakan kedamain sosial ditengah banyaknya perbedaan disana. Namun saya cuga cukup khawatir apa bila terjadi kesalahpahaman antar perbedaan SARA ini sangat cepat menyebar kemasyarakat luas. Mungkin saya menganggap karena ada faktor-faktor sebelumnya. Sering terjadi hal-hal yang merugikan ditengah kehidupan masyarakat Bali yang dasarnya adalah tentram.
"Pak weda itu menurut saya semua hanya melihat hari ini tak bijak dengan sejarah. Prinsipnya yang hidup berdampingan di satu wilayah kan bukan dia tapi saudara Islam dan Hindu. jadi di sini keduanya saling jaga. Tadi saya ikuti penjelasan teman teman dari lombok yg referensinya sejarah orang bali atau hindu di lombok. jadi kita bisa paham. Gesekan kecil biasa tapi tak mesti dikompori. Pak weda itu tak sadar di pundaknya ada tanghung jawab besar. Ia tak bisa seenaknya ngomong kok apalagi di medsos. ia boleh baca medsos tapi jangan terlibat di sini. Bagi dia ada tempatnya. Dia harus sadar keterlibatan apapun ia di medsos besar dampak sosialnya. Ia harusnya gunakan medsos untuk menyimak lalu catat lalu bawa ke tempat terhormat jika ingin berlaku baik. Biarlah kita anak anak akar rumput yang bicara dan pasti tinggal bicara saja kan?," (Kutipan komentar Wayan Artika)
Weda karna memang kerap dinilai berkarakter kontroverial terkait hal-hal yang berbau SARA. Sadar atau tidak sadar hal semacam ini kadang kala dapat menyulutkan api ditengah-tengah ketegangan horizontal masyarakat di Bali. Ini juga diutarakan oleh salah satu netizen yang berpendapat tentang bagaimana kebiasaan Weda menggunakan moment semacam ini untuk menarik simpatik warga yang terbilang fanatik terhadapa permasalahan.
"Itulah karakter politik weda, memainkan isu untuk popularitas semata. Tak jarang dia dijuluki tukang curas opini rakyat sifatnya menyesatkan dan mematik timbul perselisihan. Seharus sebagai orang DPD mengurus apa yang menjadi kewajibannya sebagai dewan. Setiap yang berbau sara pasti dia sebagai garda terdepan. Giliran masalah publik surut, bunyinya pun tak bersua," komentar salah satu netizem mengomentari postingan Wedakarna yang di bagikan oleh salah satu Aktivis HMI.
Selain itu, ada juga beberapa warga Bali yang terprovokatif oleh postingan Weda dengan menulis wacana hendak melakukan hal yang sama pada warga NTB yang menetap di Bali. Bila Weda tidak lagi cerdas membaca situasi permasalahan yang selalu dia angkat, malah akan menyerangnya kembali seperi Bumerang, bila tak tangkas ya kena sendiri. Mengingat masyarakat sudah bisa dengan cepat saling konfirmasi untuk mengecek kebenaran dan fakta sebenarnya dengan bantuan kemudahan teknologi yang ada. Ini akan berdampak pula pada wacana Weda yang hendak maju menjadi Gubernur Bali kedepanya. Bisa pupus begitu saja, karena masyarakat juga cerdas menilai siapa-siapa calom pemimpin yang mereka butuhkan. Namun itulah hebatnya Bali masih banyak juga warga Bali yang tidak terprovikasi dan tetap stabil menanggapi permasalahan yang disampaikan oleh Weda.
Oleh karenanya akan hadir rumus Jika-Maka dari masalah ini. Jika kita tidak selektif dan bijak menggunakan sosial media persis seperti yang diutarakan oleh salah satu Dosena Undiksha sebelumnya. Maka akan menyulut api kepada masyarakat. Seyogyanya selaku anggota Dewan seharusnya turut menciptakan kedamaian ditengah masyarakat. Selaku sesama masyarakat yang mengaku "Berbudaya Luhur Nusantara" seharus menyampaikan masalah dengan cara yang arif saja tanpa adanya embel-embel politik (praktis). Mumpung juga jargon "Saya Pancasila, Saya Indonesia" masih hangat diwacanakan.
Penulis merupakan salah satu Fungsionaris PB HMI, Bidang Informasi dan Komunikasi
Rate This Article
Thanks for reading: Jejak Polemik Toleransi Tokoh Politik Bali Arya Wedakarna, Sorry, my English is bad:)