Fulan: Kelahiran
“Obaaa….Oba..” teriak anak usia Sembilan tahun memanggil nama Oba sambil berlari.
Hati-hati anak itu berlari di pematang sawah yang lebarnya hanya satu jengkal orang dewasa.
Oba… Oba … Teriaknya bertambah keras. Hamparan sawah yang luas, terik matahari tak dapat dinego, pecah suaranya ditampar semilir angin sawah.
“Mana Oba?” tanyanya pada orang.
“Bukan sawah yang ini, di sana” Tunjuk arah salah satu pekerja panggulan sawah.
Ia harus berlari putar dua ruas pematang sawah lagi untuk menuju arah yang dimaksud.. arah timur…
Terengah-engah napasnya memanggil, belum juga didengar oleh nama yang dimaksud.
“Oba..Oba eeee” Terus memanggil.
“He Amir,, kenapa teriak-teriak” Tanya ibu-ibu yang duduk selonjorkan kaki dipojok sawah,sepertinya sudut ini yang cocok untuk badannya yang lebar. Sembari memantau para pekerja sawahnya ia memilah-milah tangkai padi muda untuk pakan burung suaminya.
“Oba..mana Oba?” sambil terengah-engah
“Obaaaa” Teriak ibu tadi, empat kali lebih keras dan nyaring dari suara Amir..
Berdiri laki paru baya Usia 38 tahun, berbadan kekar, tinggi 177 cm, menoleh ke arah sumber suara yang menyebut namanya.
“Kenapa Ina Beda?”
“Amir mencarimu, hampir pingsan ini anak”
“Amir,,, kenapa?”
“Istrimu,,,istrimu….” Sambil menelan ludah, masih terengah-terengah, meski berkurang
“Ha…Kenapa Istriku”
“Istri..Istri… Istrimu”
“Iya Kenapa?” Oba bernada tinggi, pekerjaannya jadi tertunda.
Karena kaget dibentak Oba, Amir spontan saja menjawab. “Hamil”
“Ha” Oba bernada kaget tapi wajahnya datar saja. Amir baru sadar dia salah ucap, sambil memegang lutut ia sibuk mengatur napasnya.
“Hahahahah ahaahhaha” Ina Beda tidak bisa menahan tawa..
“Orang yang sudah meninggal saja sudah tau kalau Istrinya Oba ini sedang hamil, bahkan sudah waktunya melahirkan” cetus Ina Beda.
Sambil menunjuk-nunjuk Ina Beda tanda setuju, kata Amir “Itu maksud saya, Ina”
“Istrimu sudah mau melahirkan cepat pulang” lanjut Amir. Oba langsung lari ke pinggir sawah, lumpur sawah yang dalamnya selutut Oba bukan hambatan yang serius untuk menahan laju langkahnya.
“Kenapa tidak dari tadi, bicara yang jelas Amir”
Amir nampak tidak peduli, ia tetap sibuk mengatur napasnya yang pendek. Tidak sempat lagi berpikir untuk mencuci bekas-bekas lumpur di kaki dan baju kerjanya, Oba berlari sepuluh kali lebih cepat dan lincah dari Amir di atas pematang sawah yang lebar hanya sejengkal itu. Amir berupaya mengejar Oba, apalah artinya, Amir hanya anak remaja yang jarang-jarang main di sawah. Oba sudah sampai di kaki bukit jalur keluar masuk area persawahan, sementara Amir terangah-engah menyusul belum juga melewati satu ruas pematang sawah pertama.
Rate This Article
Thanks for reading: Fulan: Kelahiran, Sorry, my English is bad:)