Aras Atas
Prabowo Ugal-Ugalan Memangkas Anggaran: Dampaknya Kemana-mana
Prabowo Ugal-Ugalan Memangkas Anggaran: Dampaknya Kemana-mana

Prabowo Ugal-Ugalan Memangkas Anggaran: Dampaknya Kemana-mana

Aras Atas - Nasional|Kebijakan efisiensi anggaran yang digulirkan oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto telah memicu gejolak di kalangan pendidik. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti, sebelumnya mengumumkan kenaikan tunjangan profesi bagi guru non-ASN dari Rp1,5 juta menjadi Rp2 juta per bulan. Namun, janji manis ini tampaknya berujung pada kekecewaan massal.

Dalam rapat bersama Komisi X DPR RI, Mu'ti mengungkapkan bahwa efisiensi anggaran sebesar Rp8,03 triliun telah memaksa kementeriannya memangkas berbagai pos belanja. Ironisnya, meski tunjangan guru non-ASN "diamankan" sebesar Rp11,5 triliun, sekitar 400 ribu guru batal mengikuti sertifikasi Pendidikan Profesi Guru (PPG) akibat pemotongan anggaran tersebut. 

"Kami menerima surat dari Kementerian Keuangan yang berisi efisiensi anggaran Kemendikdasmen sebesar Rp8,03 triliun. Sehingga alokasi total berubah dari Rp33,5 triliun menjadi Rp25,5 triliun," ujar Mu'ti. Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan: bagaimana mungkin tunjangan dinaikkan sementara anggaran untuk sertifikasi justru dipangkas?

Pakar pendidikan, Dr. Ahmad Fauzi, menilai kebijakan ini sebagai bentuk inkonsistensi pemerintah. "Di satu sisi, pemerintah menjanjikan peningkatan kesejahteraan guru. Di sisi lain, mereka memotong anggaran yang esensial bagi peningkatan profesionalisme guru. Ini paradoksal," tegasnya.

Lebih lanjut, pemangkasan anggaran ini tidak hanya berdampak pada sektor pendidikan dasar dan menengah. Kementerian Pendidikan Tinggi (Kemendikti) juga terkena imbasnya, dengan kebijakan tidak mencairkan tunjangan profesi dosen. Hal ini menimbulkan keresahan di kalangan akademisi yang merasa dedikasi mereka tidak dihargai.

Efisiensi anggaran yang dilakukan kabinet Prabowo ini disebut-sebut sebagai langkah untuk mengatasi defisit anggaran negara. Namun, dampaknya dirasakan langsung oleh sektor-sektor vital seperti pendidikan. "Pemangkasan besar-besaran ini menunjukkan kurangnya prioritas pemerintah terhadap pendidikan, padahal ini adalah investasi jangka panjang bagi bangsa," ujar ekonom pendidikan, Prof. Sri Mulyani.

Masyarakat pun bereaksi keras terhadap kebijakan ini. Banyak yang mempertanyakan komitmen pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan jika anggaran terus-menerus dipangkas. "Bagaimana kita bisa berharap pada generasi emas jika pendidiknya saja tidak diperhatikan?" keluh seorang guru honorer yang enggan disebutkan namanya.

Situasi ini menuntut pemerintah untuk segera mengevaluasi kebijakan efisiensi anggaran yang berdampak negatif pada sektor pendidikan. Tanpa langkah konkret, polemik ini berpotensi menurunkan moral dan kinerja para pendidik, yang pada akhirnya merugikan masa depan generasi penerus bangsa.

Aras Atas