Aras Atas
Kisa Perempuan Lulusan Terbaik UGM Pilih Jadi Buruh Jepang
Kisa Perempuan Lulusan Terbaik UGM Pilih Jadi Buruh Jepang
Wanita Lulusan UGM IPK 3.94 Susah Dapat Kerja Layak di Indonesia. Pilih Jadi Buruh di Jepang. #KaburAjaDulu #KaburMigrant #PulangJuragan

MAU SAMPAI KAPAN NEGARA KITA SEPERTI INI??? Lulusan Terbaik UGM Saja Pilih Jadi Buruh Jepang

Aras Atas - Di Indonesia, makin ke sini makin jelas kalau kerja keras dan otak encer aja nggak cukup buat bisa hidup layak. Buktinya? Banyak lulusan top yang akhirnya harus cari kerja di luar negeri karena di sini mereka cuma jadi pengangguran terselubung.

Gambar: IG/brilio.net

Setelah membaca kisah seorang sarjana UGM dengan IPK 3,94 yang harus jadi buruh di Jepang. Ironis? Banget. Saya tidak bisa menahan diri untuk buat ulasan, sekedar berbagi kepedulian pada generasi muda. Wanita yang kerap disapa Mama di TikTok ini selalu berbagi kegiatannya. 

"Mama bakal lama buat bisa nyampai tujuan mama. Yaitu misalnya punya rumah sendiri, punya tabungan di usia muda yang banyak. Sebulan nabung 2 juta. Terus bisa beli rumahnya kapan?" Kutipan ini di lansir lewat brilio.net

Memang miris jika melihat pakai perasaan, ibaratnya kita kelaparan di lumbung padi. Tapi mau gimana lagi, kalau kompetisi kerja di negeri sendiri lebih didominasi "siapa lo kenal" ketimbang "sejago apa lo"?

Realita di lapangan udah nggak asing lagi: gelar tinggi dan nilai akademik bagus nggak jadi jaminan sukses di Indonesia. HRD lebih sering ngelirik kandidat yang punya "jalur cepat" alias orang dalam. 

Sementara yang bener-bener punya skill malah disuruh nunggu panggilan kerja yang nggak bakal datang. Akhirnya, banyak yang sadar kalau mending cari peluang di tempat lain daripada terus berharap di negara yang nggak menghargai kompetensi.

Parahnya lagi, korupsi di negeri ini udah masuk ke segala lini, termasuk dunia kerja. Pemerintah gembar-gembor soal "SDM unggul", tapi buktinya tes CPNS dan seleksi BUMN masih aja bocor dan bisa dimainin orang berduit.

Sementara yang miskin? Mau sepinter apa pun, mereka tetap harus bersaing dengan amplop cokelat atau koneksi keluarga pejabat. Ujung-ujungnya, yang kaya makin kaya, yang pinter tapi nggak punya akses cuma bisa gigit jari.

Di sisi lain, negara lain kayak Jepang bisa kasih gaji manusiawi buat buruh. Oke, mereka mungkin butuh tenaga kerja kasar, tapi setidaknya dihargai dengan bayaran yang cukup buat hidup.

Bandingin sama Indonesia, di mana banyak lulusan sarjana malah disuruh magang gratis, gaji pas-pasan, atau kerja rodi tanpa dihargai. Jadi, wajar dong kalau makin banyak anak muda yang bilang, "Daripada sengsara di negeri sendiri, mending #KaburAjaDulu."

Ironisnya, pemerintah masih bangga dengan bonus demografi yang katanya bakal jadi kekuatan ekonomi. Tapi realitanya? Lapangan kerja minim, UMKM susah berkembang, dan pengangguran makin numpuk.

Bukannya kasih solusi, pemerintah malah sibuk cari cara buat ekspor tenaga kerja ke luar negeri. Buat mereka, yang penting angka pengangguran turun, urusan kesejahteraan? Bodo amat.

Yang paling ngeselin, mentalitas bertahan hidup jadi patokan utama buat sukses di sini. Anak muda yang nggak punya privilege harus kerja ekstra keras, bukan buat berkembang, tapi buat sekadar bertahan.

Sementara yang punya koneksi? Tinggal duduk manis, posisi enak udah tersedia. Akhirnya, banyak lulusan terbaik yang banting setir jadi penjual online atau ojek online karena nggak ada peluang kerja yang sesuai dengan kemampuan mereka.

Pemerintah udah terlalu sering kasih janji manis soal kesejahteraan pekerja. Janji buka jutaan lapangan kerja, janji naikkan UMR, janji perbaiki sistem rekrutmen. Tapi hasilnya? Nggak ada perubahan signifikan.

Pejabat lebih sibuk ngurusin proyek-proyek pribadi daripada mikirin rakyat yang masih harus jungkir balik cari kerja. Sementara rakyat? Cuma bisa gigit jari sambil berharap keajaiban datang.

Jadi, kalau ada yang bilang anak muda sekarang nggak nasionalis karena milih kerja di luar negeri, coba deh liat lagi realitanya. Ini bukan soal nggak cinta tanah air, tapi soal bertahan hidup di sistem yang bobrok.

Kalau pemerintah dan sistem kerja di sini masih kayak gini, jangan heran makin banyak yang pilih #KaburAjaDulu daripada buang waktu dan tenaga di tempat yang nggak bisa kasih mereka masa depan.

Aras Atas