Direktur MLS LAW FIRM Duga Penahanan Aktivis BADAI NTB Bentuk Pembungkaman oleh Aparat
Aras Atas | Bima – Penahanan terhadap Aktivis Anti Narkoba, BADAI NTB, oleh penyidik Polres Bima Kota, menuai sorotan tajam dari kalangan praktisi hukum. Salah satunya datang dari Direktur MLS LAW FIRM, Mualimunsyah, S.H., M.H., yang menilai penahanan tersebut sebagai bentuk pembungkaman terhadap suara kritis BADAI NTB terhadap aparat penegak hukum di wilayah Nusa Tenggara Barat.
Mualimunsyah menegaskan, secara prinsip dirinya mendukung langkah cepat penyidik dalam menangani perkara dugaan penganiayaan dan perusakan yang dituduhkan kepada BADAI NTB. Namun, ia juga menyoroti adanya indikasi ketidakwajaran dalam penanganan kasus tersebut.
“Perlu digarisbawahi, BADAI NTB adalah salah satu aktivis anti narkoba yang sangat keras mengkritisi oknum-oknum kepolisian, khususnya di bawah yurisdiksi Polda NTB, termasuk Polresta Bima Kota, Polres Kabupaten Bima, dan Polres Dompu,” ujar Mualimunsyah.
Menurutnya, pasal yang disangkakan terhadap BADAI NTB—yakni Pasal 351 ayat 1 dan Pasal 406 KUHP—tergolong sebagai tindak pidana ringan. Ia menilai, dalam konteks hukum, penahanan terhadap tersangka dengan sangkaan tindak pidana ringan seharusnya tidak menjadi pilihan utama.
“Kalau polisi mengatakan itu hak penyidik, mari buka kembali Pasal 21 ayat 1 dan ayat 4 KUHAP. Di sana jelas bahwa kewenangan penyidik tidaklah mutlak, melainkan dibatasi. Lalu, apa urgensi sehingga BADAI NTB harus ditahan?” tegas Mualimunsyah.
Ia pun meminta agar Polresta Bima Kota memberikan penjelasan kepada publik melalui Humas mereka terkait indikator dan urgensi penahanan terhadap BADAI NTB.
Lebih lanjut, ia menilai semangat BADAI NTB dalam memberantas narkoba sudah semestinya diapresiasi, bukan dibungkam. “Dengan jabatan dan integritasnya selama ini, justru harusnya bisa menjadi jaminan bahwa ketentuan Pasal 21 ayat 1 dan 4 KUHAP tidak dilanggar,” ujarnya.
Mualimunsyah bahkan menduga kuat bahwa penahanan ini merupakan bentuk pembungkaman terhadap kritik dan kerja nyata BADAI NTB dalam mengungkap jaringan peredaran narkoba yang melibatkan berbagai pihak, termasuk oknum penegak hukum.
Ia menyebut, meskipun kasus yang kini menjerat BADAI NTB tidak berhubungan langsung dengan aktivitas pemberantasan narkoba, namun rekam jejak aktivis tersebut dalam menyoroti kinerja kepolisian di NTB, termasuk laporan-laporan ke Propam dan kritik terhadap sejumlah perwira, tak bisa diabaikan sebagai konteks penting dalam melihat kasus ini.
“Lihat saja postingan terakhir BADAI, mengunggah tangkapan layar percakapannya dengan Kapolda NTB dan kritik terhadap Kanit Tipikor Polresta Bima Kota yang sempat dinonaktifkan tapi kini dipromosikan kembali,” katanya.
Menurutnya, keberanian BADAI NTB dalam menyuarakan perbaikan di tubuh kepolisian menjadi sesuatu yang langka. “Ini kritik luar biasa yang tidak semua aktivis berani lakukan. Ia membela institusi tapi juga mengoreksi dari dalam,” tambahnya.
Mualimunsyah juga mengingatkan kembali tentang peran Polri yang diatur dalam Pasal 13 dan 14 UU Nomor 2 Tahun 2002. Ia menyayangkan bila ada penyimpangan kekuasaan (abuse of power) dalam penanganan kasus ini oleh jajaran Polres Bima Kota, khususnya di bawah Kasatreskrim.
“Kalau dugaan ini benar, ini memalukan bagi institusi kepolisian. Tidak mencerminkan semangat PRESISI yang digaungkan oleh Kapolri,” tutupnya.